April 30, 2012

Patih Gajahmada Putera Dayak bag.1

Kebudayaan Jawa menjadi semacam kebudayaan nasional di Indonesia. Bagaimana pengaruh kebudayaan Jawa dalam Kebudayaan Dayak.

Narto, bocah Dayak Jalai nun jauh di pedalaman ini dengan fasih menyanyikan sejumlah lagu berbahasa Jawa seperti Walang Kekek, Gundul Pacul. Maklumlah hampir semua guru di SD itu asal Jawa. Namanya pun diubah dari Panar menjadi Narto oleh sang guru.
Itulah sedikit gambaran betapa budaya Jawa telah merasuk dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat, termasuk Dayak. Pesatnya pengaruh budaya Jawa didukung situasi politik selama ini, terutama rejim Orde Baru dengan "raja Jawa" bernama Soeharto. Lihat saja TVRI dan RRI yang hingga kini masih rutin menayangkan wayang kulit dan budaya Jawa lainnya. Tengok pula para transmigran Jawa yang datang ke berbagai pemukiman transmigran di Kalbar hampir dipastikan ada yang membawa seperangkat gamelan Jawa dan wayang kulit. Tradisi tumpeng dalam setiap hajatan diduga juga dari tradisi Jawa yang sudah menasional. Sebagian besar kata, istilah bahasa Indonesia juga berasal dari kata Jawa.

Lalu sejak kapan orang Jawa datang ke Kalbar ? Tidak diketahui dengan pasti. Namun dalam tradisi lisan (oral tradition) beberapa subsuku Dayak di Kalbar, misal Dayak Jalai, Dayak Pesaguan, Dayak Simpakng, Dayak Nanga Taman, terdapat tokoh Patih Gajahmada. Diduga, sejak jaman kerajaan Majapahit (Kerajaan Hindhu) yang ingin menguasai seluruh Nusantara itulah kebudayaan Jawa yang masuk ke tanah Dayak. Buktinya di Kutai (Kalimantan Timur) terdapat Kerajaan Hindhu tertua, yakni Kerajaan Kutai.

Menurut tradisi lisan masyarakat Dayak Simpakng (Ketapang) orang Jawa mulai menapakkan kaki di Kalbar sejak Kerajaan Majapahit mengembangkan kekuasaannya ke Sukadana (Ketapang). Konon seorang keturunan Majapahit bernama Prabujaya mempersunting Dayang Putong alias Puteri Junjung Buih. Dayang Putong adalah anak Raja Siak Bulun atau Raja Hulu Aik (Tulang Gading Darah Puteh) dengan Todong Risi. Prabujaya dikenai adat Panaek Bangsa dari suku Jawa menjadi suku Dayak. Dengan adat Panaek Bangsa berarti Prabujaya sah menjadi orang Dayak. Prabujaya dan Dayang Putong beranak-pinak di Sukadana. Ia meninggal dan dikubur di Laman Ranok, sekitar 92km dari Ketapang. Kuburan Prabujaya itu sampai sekarang masih ada dan dikeramatkan masyarakat Desa Laman Satong, Kec.Matan Hilir Utara. 



Artikel Terkait:



No comments:

Post a Comment