Prabujaya-Dayang Putong memperanakkan Siring, Mamal, Mayak, Kiyayi. Kiyayi masuk Islam karena menikah dengan Saeb Kebra (keturunan Arab); Siring adalah moyangnya Dayak Simpakng.
Jaman Kek Rangkang berkuasa di rumah betang Keroyap, 12km dari Balai Berkuak, ada seorang pemuda suku Jawa hendak menikah dengan seorang gadis di sana. Kek Rangkang sendiri kebingungan untuk menentukan adat perkawinannya. Saat menentukan adatnya, sempat terjadi pertengkaran besar karena pemuda Jawa tadi keberatan adatnya terlalu tinggi. Pertengkaran itu tidak membuahkan hasil. Akhirnya ronti (tombak untuk mengukur berapa real babi) dipatahkan menjadi dua. Peristiwa ini di sana dikenal dengan istilah Ronti Pukah jawa Sosat (ronti patah Jawa sesat). Denda adat ronti pukah Jawa sosat sebesar 60 real dan ia dikenai adat Panaek Bangsa (karena derajat suku Dayak dianggap lebih tinggi dari suku lainnya) agar sah menjadi warga Dayak. Sejak itulah pemuda Jawa itu menetap dan beranak-pinak di tanah Dayak.
Jejak pemuda Jawa seperti dalam tradisi lisan Dayak Simpakng di atas sampai kini masih terjadi. Orang Jawa yang ke tanah Dayak dan sudah beranak-pinak kebanyakan tidak lagi pulang ke Pulau Jawa. Kedatangan besar-besaran orang Jawa ke Kalbar dimulai ketika program transmigrasi di tahun 1970-an. Dalam berbagai sektor kehidupan dan lapisan masyarakat Kalbar bisa dipastikan ada orang Jawa. bahkan Gubernur Kalbar Djaenal Asikin Judadibrata (1958-1959), Soemadi Bc.Hk (1967-1972), Kadarusno (1972-1977), Soedjiman (1977-1988), Prajoko (1988-1993) adalah putra Jawa. Masih banyak lainnya dan samapi sekarang mereka masih cukup berpengaruh di bidang pemerintahan.
Bagaimanakah budaya, nilai, stereotip orang Jawa itu ? Huub de Jonge dalam bukunya "Across Madura Strait" dalam subjudul "Stereotypes of the Maduresse" (Kees van Dijk dkk. 1995: Leiden, KITLV Press) orang Jawa halus, mulus. Selain itu kata Jonge, perempuan Jawa sangat rajin merawat tubuhnya, mempercantik diri. Masih menurut De Jonge, hidup orang Jawa komunal. Orang Jawa lebih suka kerja halus, kerja intelek, kerja kantoran. Jawa menduduki tempat sentral dalam pemerintahan kolonial Belanda. Oleh Belanda, Jawa selalu menjadi tolak ukur. Diduga faktor ini juga yang memperluas pengaruh kebudayaan Jawa ke luar pulau Jawa.
Bagaimana nilai-nilai yang dianaut orang Jawa ? Menurut Dr.Leo Sutrisno, seorang intelektual Jawa di Pontianak, orang Jawa itu pencerminan para tokoh pewayangan; ada Yudistera yang sangat positive thinking; Werkudara yang sangat egeliter; Sengkuni sang provokator kelas tinggi; Dorna si pendeta yang kontroversial; Ontoseno sipemuda yang vokal, kritis, pandai; Lesmone Mondrokumoro sang pangeran sontoloyo; Srikandi sang puteri yang gagah berani; ada Sumbrada puteri yang sangat keibuan; banowati gadis ekstrovert yang suka memamerkan betisnya; Semar sebagai rakyat kecil yang jika marah melebihi kekuasaan sang raja.
No comments:
Post a Comment