Di Kala Hutan Adat Dibabat dan Kedaulatan Melarat

Kalimantanm Barat merupakan provinsi terbesar keempat di Indonesia dengan luas hutan yang masih terjaga. Namun sekarang, luas hutan di Kalbar mulai banyak berkurang akibat dari pembukaan lahan perkebunan dan pertambangan baik yang berizin maupun yang tidak berizin.

Para pemegang kekuasaan seolah tidak memperdulikan kelangsungan hutan di Kalbar dan seolah mereka bersekongkol dengan para pengusaha untuk memperoleh keuntungan finansial secara pribadi.

Sebagai cintoh di Kabupaten Ketapang, hutan adat dan wilayah konservasi tak luput dari keganasan para pengusaha dengan membuka lahan sawit secara serampangan. Meskipun telah diketahui telah menerobos kawasan adat dan konservasi, seolah mereka tidak peduli dan tanpa rasa takut tetap melakukan aksi pembabatan.

Masyarakat adat dan LSM tidak tinggal diam, mereka menyuarakan aksi-aksi untuk mendapatkan keadilan dan hak-hak mereka. Namun seakan suara lantang mereka hanya berlalu terbawa angin ntah kemana. Kegiatan pembabatan hutan terus berlangsung dengan aman dan nyaman.

Tak hanya menyoal mengenai izin membuka lahan, namun mengenai juga dengan keadilan dan kedaulatan dari masyarakat adat yang terabaikan. Seolah mereka hanyalah kaum kelas dua yang tidak layak diperhatikan. Bayangkan saja, para pendatang mengambil tanah dan kekayaan alam yang dimiliki oleh masyarakat adat. Namun masyarakat sendiri tidak mendapatkan apa-apa selain penderitaan yang bertambah akibat rusaknya sumber daya alam mereka.

Kekurangan sumber air bersih untuk keperluan sehari-hari karena tercemar oleh limbah hasil tambang emas dan pasir. Berkurangnya hewan buruan dan tanaman sayur sebagai sumber pangan karena rusaknya hutan tempat bertumbuhnya sumber. Rusaknya jalan tak terurus dan kesehatan yang tidak layak, menjadi hal yang sudah kenyang dirasakan oleh masyarakat adat.

Ketidakadilan inilah yang sering memicu konflik horizontal di sana. Jika terjadi keributan dan kerusahan, lantas yang menjadi kambing hitam adalah masyarakat adat sendiri karena mereka tidak mempunyai kekuatan untuk menyuarakan kebenaran yang ada.

Setidaknya untuk mengurangi hal tersebut, mengamankan hutan dari gerusan investasi yang menggila adalah cara terwajar untuk dilakukan. Melindungi hutan sebagai tempat tinggal sekarang dan kehidupan yang akan datang adalah syarat mutlak yang harus dilakukan semua jajaran.

Artikel Terkait: